JOKOWI
“SDM Indonesia Harus Disuntik!
“Lulusan dari universitas, kok senangnya kerja di bank. Apa lagi lulusan dari jurusan pertanian. Mestinya, ya kerja di sawah! Jadi petani modern. Itu salah yang ngajar, salah sekolah, salah universitas, salah sistem. Pembenahan harus struktural, harus total. Kalau diterusin kaya gini, ya repot...”
Gunung Merapi dan Merbabu yang diselimuti awan tipis nan putih seakan menjadi gerbang penyambutan saat pesawat yang mengantar kami hampir mendekati kota Solo. Langit biru yang menaungi selama perjalanan pun menjadi payung perjalanan kami, siang itu. Dari atas, kota itu tampak tidak terlalu padat. Rumah-rumah penduduk tidak terhalangi oleh gedung-gedung pencakar langit. Hanya sawah-sawah kecoklatan usai panen yang terlihat menyelingi pemukiman.
Perlahan, pesawat kami mendarat. Kembali, disambut oleh suasana tenang di sekitar Bandara Adi Sumarmo, Boyolali, Solo. Berbeda dengan suasana ketika kami berangkat dari Jakarta. Sejenak berada di halaman bandara, seorang supir taksi menawarkan jasanya pada kami. Ramah, ia menyapa kami tanpa memaksa. Membuat kami memilih untuk mengunakan jasanya.
Lengang, sepanjang jalan menuju kediaman Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi. Sebuah kenyamanan bagi kami yang hampir setiap hari ditemani kemacetan. Dalam perjalanan, supir itu pun lantas membuka pembicaraan saat mengetahui tujuan kami. Ia mengatakan bahwa Jokowi itu seorang yang santun, termasuk pada warganya. Ia tidak sungkan untuk menyapa warganya, misalnya saat car free day setiap Minggu, di mana Jokowi sering pula bersepeda dan berolahraga.
Sesampainya di tujuan, pintu rumah dinas di Jalan Slamet Riyadi itu rupanya selalu terbuka. Tidak ada seorang penjaga yang berdiri tegap lengkap dengan senjatanya di depan gerbang, saat kami tepat berdiri di depan rumah. Sempat terbersit keraguan, apakah kami akan ditegur atau tidak, ketika kami memasuki rumah dinas Walikota Solo itu. Bukan teguran, kami malah langsung dipersiapkan ke bangsal depan rumah yang dulu sempat menjadi tempat tinggal Presiden pertama RI Soekarno.
Dari tempat menunggu, kami melihat Jokowi sedang mengantarkan tamunya yang hendak pergi. Tidak sungkan, ia mengantarkana sampai pintu mobil. Tidak lama, kini giliran kami untuk bertamu. Raut kelelahan tampak terlihat di wajahnya, namun ia tetap tersenyum ramah, dan menunjukkan kebugarannya saat menyambut kami.
Kami pun dipersilakan masuk ke sebuah ruangan yang cukup luas. Tak banyak hiasan di ruangan yang dikuasai meja jati berukuran besar itu. Meski tak dilengkapi dengan pendingin ruangan, ruangan terasa sejuk lantaran banyaknya ruang terbuka, dan tingginya langit-langit yang menaungi ruangan.
Membuka obrolan di sore itu, sedikit basa-basi kami menanyakan jadwalnya hari itu. Dengan ceplas-ceplos disertai tawa Jokowi berujar, “Ndak tau, sudah ada yang mengaturkannya.” Bapak tiga orang anak ini kemudian mengatakan seringkali ia terpaksa tak bisa menghadiri satu per satu undangan pertemuan dari berbagai pihak, lantaran begitu banyaknya jadwal yang masuk.
Pendidikan dan SDM
Menyoal tentang kondisi SDM (sumber daya manusia) Indonesia, Jokowi dengan nada tenang menilai perlu banyak yang dibenahi. Tak tanggung-tanggung, pembenahan itu harus ‘mendobrak’ sistem yang ada alias pembenahan total menyeluruh. Wuih...Tertarik lebih lanjut, kami penasaran seperti apa pembenahan SDM ala Jokowi ini?
Dengan contoh sederhana, Jokowi melihat dalam beberapa tahun terakhir terus terjadi pergeseran pola pikir pada kebanyakan lulusan pendidikan di Indonesia. Banyak lulusan-lulusan yang pada akhirnya tidak bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Jika sudah begitu, kompetensi dari pekerja yang bersangkutan, umumnya tentu tak langsung setara jika dibandingkan dengan yang mempunyai latar belakang yang sesuai.
“Kita punya universitas, tapi lulusannya lebih suka bekerja di bank. Mestinya lulusan pertanian kerjanya di sawah. Tapi sawah seperti apa? Mereka harus menjadi petani-petani modern. Jadi, itu akan memacu petani-petani tradisional mengikuti perkembangan teknologi. Jika yang lulusan universitas besar masuk ke sektor riil pertanian, tentu akan mempengaruhi. Tapi kalau tidak ada sama sekali, lulusan pertanian banyak yang masuk ke kantor-kantor, masuknya ke bank. Ya, bagaimana? Tidak ada yang mau masuk ke sawah-sawah,” ujarnya dengan nada miris.
Dengan semangat, Jokowi menekankan pembenahan kualitas SDM di Tanah Air perlu dimulai dari pembenahan sistem pendidikannya. Pria kelahiran 21 Juni 1961 ini menilai pendidikan Indonesia seharusnya lebih banyak didorong kepada pembelajaran hal-hal spesifik, yang berkaitan dengan hal yang bersifat praktis aplikatif, tak melulu menekankan kepada pemberian materi teoritis semata.
“Harus diperbanyak ke arah situ. Menurut saya, kesalahan kita lebih banyak di situ. Saya berikan contoh, harusnya SMK (Sekolah Menegah Kejuruan) lebih banyak dari SMA (Sekolah Menengah Atas). Universitas yang praktik harusnya lebih banyak dari yang basic sciences. Mestinya entah akademi atau universitas, yang berkaitan dengan desain produk. Hal berkaitan dengan bidang-bidang yang kita punyai resources, misalnya pertambangan, perkayuan, pertanian. Jangan yang ke basic sciences. Harusnya yang lebih aplikatif.”
Baiknya, lanjut Jokowi, jumlah sekolah-sekolah kejuruan lebih mendominasi ketimbang sekolah lanjutan tingkat atas yang bersifat umum. Komposisi perbandingan ideal antara SMK dengan SMA berada pada 70:30. Di kota Solo sendiri, perbandingan jumlah antara SMK dengan SMA sebesar 60:40. “Negara ini harus didorong ke arah sana. Jadi, nanti orang tidak dipandang dari apa ijazahnya, tapi kepada apa yang ia kerjakan.”
Masih berhubungan dengan peningkatan kualitas serta kompetensi SDM di Indonesia, Jokowi mengakui peran pemerintah dalam urusan itu sangat besar. Tidak sebatas hanya menyediakan sistem pendidikan yang lebih berbasis kepada yang bersifat aplikatif, pemerintah juga harus lebih peka terhadap permasalahan serta kebutuhan apa saja yang diperlukan hal terkait. “Kompetensi harus diinjeksi. Pemerintah harus punya lembaga yang menginjeksi pekerja, masyarakat sehingga SDM kita bisa ter-upgrade.”
Mendukung Semangat Entrepreneur
Bukan pemoles bibir semata, Pemerintah Kota Solo di bawah kepemimpinan Jokowi rupanya sudah menerapkan itu sejak tahun 2009 dengan mendirikan STP (Solo Technopark). Sebagai sebuah kawasan iptek, STP dibangun guna memberikan layanan produksi serta pelatihan dan pengembangan teknologi untuk meningkatkan kualitas SDM, meningkatkan daya saing dan kinerja dunia usaha, dan dunia industri. “SDM harus disuntik keahliannya, diberi pelatihan lagi sehingga kualitas dan kompetensinya meningkat. Lembaga-lembaga seperti itu sangat diperlukan,” serunya.
Suntikan-suntikan pemerintah, lanjut Jokowi, juga perlu diarahkan ke pemberdayaan dan pengembangan entreprenuer. Lagi-lagi peran pendidikan, terutama di tingkat universitas pegang andil penting untuk hal itu. Idealnya, jumlah entreprenuer di Indonesia sekitar 2% dari total jumlah penduduknya. “Perlu perombakan kebijakan-kebijakan yang mengarahkan ke situ, dari pemerintah pusat dan daerah.”
Bicara ke tingkat yang lebih luas, Jokowi berpendapat Indonesia seharusnya juga memiliki strategi produksi yang fokus dan jelas. Contohnya, jika ingin diarahkan ke pertanian, seharusnya segala hal yang terkait dengan pertanian disiapkan, mulai dari kebijakan peraturan perundangan, pengembangan pendidikan, hingga infrastrukturnya. Yang terjadi saat ini, katanya, Indonesia tak memiliki panduan koordinat yang jelas akan itu. Tanpa memiliki strategi produksi yang jelas, Indonesia ditakutkan akan menuju ke jurang deindustrialisasi.
“Sekarang kan terjadi deindustrialisasi. Banyak industri-industri yang tutup karena kita senang mengimpor, senangnya buka mall. Itu mengarahkan masyarakat ke pola konsumtif, seharusnya ke arah produktivitas. Strategi produksi kita, yatidak mengerti sekarang ke mana. Harusnya SDM diarahkan menuju ke strategi apa. Sekarang kan tiap hari hanya konsumsi-konsumsi,” ujar alumnus Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada ini.
Obrolan kami pun kemudian beralih ke permasalahan yang dihadapi dunia industri dan usaha di Tanah Air. Jokowi mengatakan sering terjadinya ketidakharmonisan pada hubungan antara perusahaan dan pekerja. Dengan nada hati-hati, ia menyoroti persoalan salah kaprah pelaksanaan dalam alih daya alias outsourcing pada banyak perusahaan.
“Secara undang-undang, outsourcing tidak diperbolehkan kalau dipakai untuk alat produksi. Outsourcing itu boleh, kalau dipakai berkaitan dengan sebuah kontrak. Misalnya membangun gedung itu kanwaktunya sementara. Tapi sekarang terjemahannya lain, itu yang harus diluruskan. Saya akan pelajari secara detail, karena itu urusan undang-undang, urusannya pemerintah pusat.”
Jalani Kehidupan
Tidak hanya menjadi seorang birokrat, kehidupan sebagai pengusaha pun dijalani oleh Jokowi, dan dia tidak serta merta menjadi pengusaha hebat. Mulanya nunut denganpakdhe-nya. Setelah merasa cukup berbekal pengalaman, dia pun memutuskan untuk membuka usaha kayunya sendiri. Ia terpaksa menjaminkan surat tanah orang tuanya untuk mendapatkan modal. Usaha itu dilakoni secara perlahan tapi pasti. Kegigihannya dibuktikan dengan kerja siang malam untuk memenuhi pesanan. Hingga akhirnya mampu menembus pasar ekspor.
Sebagai pengusaha, jatuh bangun menjadi makanan sehari-hari Jokowi. Pernah, ia ditipu dan tidak dibayar oleh pemesan barangnya. Bahkan, usahanya pun pernah terhenti karena mengalami kerugian yang cukup besar. Namun baginya, itulah proses yang harus dihadapi dalam berbisnis. Bukan karena itu saja, Jokowi kecil pun terbiasa bekerja keras. Terlahir di keluarga yang pas-pasan dan tinggal di rumah kontrakan pinggir sungai, Jokowi berkembang menjadi pribadi yang tangguh karena tantangan keadaan.
Di tengah obrolan kami, Jokowi lantas menyinggung mengenai keberadaan satu ruangan kamar cukup bersejarah yang berlokasi tepat di sebelah ruangan tempat kami berbincang-bincang. Kamar itu dulunya sempat menjadi tempat istirahat Soekarno. Sambil menunjukkannya, Jokowi menjelaskan kalau kamar itu sejak lama sengaja tidak difungsikan, tapi kondisinya dirawat dan dipertahankan seperti dulu.
Tak lama kemudian, kami pun diajak berkeliling rumah dinas bernuansa tempo dulunya yang sangat kental terasa, baik dari bentuk bangunan maupun ornamen yang menghiasinya. Sambil berkeliling, Jokowi menunjukkan beberapa koleksi hewan kesayangannya, seperti burung dan ayam ‘ketawa’ yang ada di rumah tersebut.
“Saya punya hewan peliharaan kucing. Dari dulu, kucing saya bukan banyak, tapi buanyakkk sekali dipelihara. Kucing saya, kucing-kucing kampung. Sekarang campur, ada kucing persia. Selain itu, burung juga ada. Ini beberapa burung peliharaan saya,” ujarnya sambil menyiulkan burung-burung kesayangannya yang dijejer rapi di halaman belakang.
Di sela-sela obrolan kami, ajudan Jokowi dengan ramah dan nada pelan mengingatkan bahwa jadwal berikut sudah menanti. Dengan santai, Jokowi pun menjawabnya,“Iya,” dan kemudian menunjukkan meja kerja yang biasa digunakannya. Meja kerja yang terletak di teras belakang, diatur menghadap ke halaman belakang memang terlihat nyaman, pikir kami.
Lelah? Jokowi mengaku tak bermasalah dengan kata itu. Baginya, kerja keras diklaimnya menjadi santapannya sejak dulu. Istirahat dan tidur hanya sebentar bukan perkara asing, apalagi dulu ia melakoni peran sebagai pengusaha mebel yang pola kerjanya terbilang sangat padat, saat deadline memenuhi permintaan pembeli.
Lantas bagaimana dirinya bisa terlihat selalu segar dan bugar? Dengan gelak tawa, Jokowi mengungkapkan kebiasaannya ketika akan memulai aktivitas pagi diawali dengan minum temulawak madu, di samping makan banyak. Selain itu, olahraga secara rutin dan selalu menjaga pikiran tetap tenang menjadi kunci lainnya.
“Pikiran harus sumeleh. Bisa meng-cooling down-kan pikiran. Jadi, kalau ada masalah sulit sudah lama tidak terselesaikan, harus bisa menaruh pikiran. Jangan terbebani dengan ambisi-ambisi yang sulit. Saya harus menang ini, nabrak sana-sini. Jangan seperti itu! Tapi bukan juga pasrah. Kalau sudah kerja, saya gila-gilaan. Optimis dan harus kerja keras, tapi tidak ambisius nabrak-nabrak.”
Kesederhanaan menjadi prinsip yang dipegang Jokowi. Baginya hidup butuh keseimbangan, tidak melulu mengejar materi sosial ekonomi semata, tetapi juga harus memperhatikan sosial budaya, serta sisi religiusnya. “Dulu, cita-cita saya ingin jadi tukang kayu. Karena dari kecil lingkungannya sudah lingkungan kayu. Kakek-nenek, ayah-ibu, keluarga besar juga di lingkungan kayu. Cita-cita saya tidak ganti-ganti jadi tukang kayu. Jika pensiun nanti, rencananya ya jadi tukang kayu, nukang lagi. Lingkungan itu membentuk karakter seseorang. Pensiun, jadi tukang lagi.”
Ketika disinggung makna keluarga dan kesuksesan, Jokowi berujar, “Arti keluarga, ya keluarga itu tempat sehari-hari kita duduk bersama. Dalam mendidik, anak-anak diberi contoh langsung saja. Arti kesuksesan saya nggak ngerti juga. Mbok, saya diberitahu kesuksesan itu artinya apa,” ujarnya dengan senyum simpul penuh arti.
Makna kepemimpinan? Untuk yang satu ini, Jokowi mengaku tidak memiliki role model. Dengan santai ia mengatakan kalau dirinya banyak mempelajari ideologi, pemikiran, gagasan, ide dari Soekarno. Menurutnya, banyak dari gagasan-gagasan proklamator itu yang bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
“Banyak yang belum diterapkan dari gagasan-gagasan Bung Karno. Pertama, seperti berdikari dalam ekonomi, mandiri dalam ekonomi. Itu yang hilang pada kita sekarang ini. Dan yang kedua, berkepribadian berkebudayaan. Apa kita punya pegangan untuk itu? Kita kantidak jelas sekarang, semuanya kebarat-baratan dan tidak memilah mana yang bermanfaat atau tidak. Acuannya nggak yang muda, yang tua, yang anak-anak, semua krisis karakter, krisis identitas, krisis jati diri.”
Gebrakan, inovasi, seringkali terlihat dari gaya kepemimpinan Jokowi. Hasil jelasnya, terlihat dari banyaknya pengakuan dan penghargaan yang diberikan untuknya (lihat tabel). Jokowi mengaku gaya pendobrak itu dipengaruhi oleh semangat musik rock yang digemarinya. Tengok saja daftar band yang digemarinya, mulai dari Scorpions, Led Zeppelin, Megadeath, Napalm Death, Sepultura, dan Metallica, yang semuanya beraliran musik cadas. “Saya ingin keluar dari mainstream. Keluar dari pakem. Semangat rock kansemangat mendobrak. Semangat pembaruan, semangat mendobrak!” serunya.***
Kota Solo di Masa Kepemimpinan Jokowi
- Kota dengan Tata Ruang Terbaik ke-2 di Indonesia
- Piala dan Piagam Citra Bhakti Abdi Negara dari Presiden Republik Indonesia (2009), untuk kinerja kota dalam penyediaan sarana Pelayanan Publik, Kebijakan Deregulasi, Penegakan Disiplin dan Pengembangan Manajemen Pelayanan
- Piala Citra Bidang Pelayanan Prima Tingkat Nasional oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia (2009)
- Penghargaan dari Departemen Keuangan berupa dana hibah sebesar Rp19,2 miliar untuk pelaksanaan pengelolaan keuangan yang baik (2009)
- Penghargaan Unicef untuk Program Perlindungan Anak (2006)
- Indonesia Tourism Award 2009 dalam Kategori Indonesia Best Destination dariDepartemen Kebudayaan dan Pariwisata RI beker jasama dengan majalah SWA.
- Penghargaan Kota Solo sebagai inkubator bisnis dan teknologi (2010) dari Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia (AIBI)
- Grand Award Layanan Publik Bidang Pendidikan (2009)
- Lima kali Anugerah Wahana Tata Nugraha (2006-2011) - Penghargaan Tata Tertib Lalu Lintas dan Angkutan Umum
- Penghargaan Manggala Karya Bhakti Husada Arutala dari Depkes (2009)
- Kota Terfavorit Wisatawan 2010 dalam Indonesia Tourism Award 2010 yang diselenggarakan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
- Pemerintah Kota Solo meraih penghargaan kota/kabupaten pengembang UMKM terbaik versi Universitas Negeri Sebelas Maret alias UNS SME’s Awards 2012
- Penghargaan dari Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono sebagai salah satu kota terbaik penyelenggara program pengembangan mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) 2011.
- Penghargaan Langit Biru 2011 dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk kategori Kota dengan kualitas udara terbersih
- Penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam bidang Pelopor Inovasi Pelayanan Prima (2010).